Hukum Menghadiahi Orang Yang Meninggal
Masalah ini
erat kaitanya dengan masalah mewakili dalam melakukan Ibadah.Disana terjadi
perbedaan Pendapat dikalangan ulama antara yang membolehkan sebagian dan yang
melarang sebagian yang lain.Salah satu Ulama yang melarang adalah Imam
Malik,sedangkan yang membolehkan adalah Ibnu Taimiyah dalam salah satu
perkataanya.
Sementara
itu,jumhur ulama berpendapat,orang boleh mewakilkan orang lain dalam
pelaksanaan Ibadah Haji.meeka itu antara lain,Ibnu Abbas,Ali Bin Abi Thalib,Atha’,Thawus,mujahid
Sa’id bin Musayyib.Ibrahim An Nakha’I,Sufyan Tsauri,Al Auza,I,Syafi’I,Ahmad,Ibnu
Abi Laila,Ishaq,dan Mazhab Zahiri serta lainya.
Ada lagi
Ulama yang membolehkan orang mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan
Ibadah Haji,tetapi melarang dalam Amalan Shalat.mereka tersebut ialah Syafi’I,Sufyan
Tsauri,Ibnu Umar,Aisyah,dan Abu Khanifah,Adapun Imam Ahmad hanya membolehkan
untuk mewakilkan pelaksanaan puasa Nadzar,Inilah pendapat Ibnu Abbas,Ishaq,Abu
Ubaid,dan Laits Bin Sa’ad.
Pokok
persoaalan dalam masalah ini ialah adanya perbedaan pendapat diantara ulama
pada dua bentuk Ibadah: Pertama,pelaksanaan puasa bagi orang yang meninggal dunia dan masih
memiliki kewajiban puasa Nazar atau hutang Puasa Ramadhan yang belum sempat
terbayar kedua,pelaksanaan Ibadah Haji dalam dua kondisi,seseorang yang
meninggal dunia sebelum melaksanakan Haji,tetapi ia tidak sengaja
meninggalkanya,Hanya saja ia selalu menundanya sampai meninggal dunia dan belum
sempat melaksanakan haji.Selain itu dalam
kondisi seorang yang takmampu melaksanakan Ibadah haji sendiri,tetapi ia mampu
untuk membayar orang lain untuk melaksanakan haji dengan hartanya.Anak atau
kerabatnya ialah orang yang taat jika ia meminta untuk mewakili melaksanakan
Haji.
Pendapat
jumhur yang membolehkan orang mewakilkan ibadah haji dalam kedua kondisi diatas
ialah pendapat terkuat yang didukung dalil-dalil yang ada,seperti yang telah
dijelaskan diatas.Kami juga berpendapat,siapappun boleh mewakilinya,baik anak
sendiri ataupun orang lain.Hal ini berbeda dengan mereka yang beranggapan,hanya
anaklah yang boleh mewakili.
Adapun
pendapat Madzhab Imam Syafi’I yang melarang orang untuk mewakili orang untuk
melaksanakan puasa wajib kepada orang
lain ialah pendapat yang kuat.Hanya saja kami beranggapan pendapat yang terkuat
adalah dari Madzhab Hanbali yang membolehkan mewakilkan orang lain dalam
pelaksanaan puasa Nazar (wajib) karena didukung dalil dari hadits-hadist yang
shahih ,Namun,syaratnya ialah,orang yang mewakili haruslah mereka yang menjadi
ahli waris atau Wali bagi si Mayit,seperti anak, dan ayah,sedangkan selain wali
tak bisa mewakili. Dalilnya Ialah Hadits :
“Siapa
yang meninggal dunia dan masih memiliki kewajiban berpuasa maka walinya yang
berpuasa untuknya..”
Dengan
demikian bisa disimpulkan Ibadah badan yang tak berkaitan dengan harta seperti
wudhu,mmandi,tayamum,shalat dan puasa selain puasa Nazar,keberadaanya takboleh
diwakilkan kepada orang lain.Adapun ibadah yang berkaitan dengan harta,keberadaanya bisa diwakilkan
seluruhnya,Nabi membolehkan,bahkan menganjurkan untuk membayarkan hutang yang
menjadi beban si Mayit.
Salamah Bin
Al Akwa,berkata.”nabi melayat seorang jenazah lalu para hadirin berkata kepada
Nabi,Shalatkanlah Ia.! Nabi Bertanya,apakah Ia meninggalkan sesuatu..?’Mereka
menjawab.”Tidak,’Nabi bertanya lagi,Apakah ia masih menanggung hutang..? Hadirin
menjawab,’Masih,sebanyak tiga Dinar,”Nabi Bersabda,”Shalatkanlah saudara
kalian.!’Seorang dari golongan Anshar yang bernama Qaatadah berkata,’Shalatkanlah
Ia Wahai Rasulullah..! Saya yang akan membayar hutangnya,”
Hadits di
atas juga menunjukan ,bolehnya bersedekah untuk orang yang telah meninggal
dunia,Untuk ibadah yang memiliki kaitan harta seprti haji,pendapat terkuat ialah
boleh karena kaitan itu.Berdasrakan kesimpulan ini,seorang wali-yang
bertanggung jawab atas harta anak yatim dll,boleh memisahkan antara zakat yang
diambil dari harta anak yatim dan yang diambil dari zakat orang yang dilarang
bertransaksi karena gila atau bodoh.Selain itu,boleh juga mewakilkan kepada
orang lain untuk bertransaksi dan
membelanjakan hartanya,termasuk mewakilkan dalam menunaikan zakat.